Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan jajanan berbuka puasa yang mengandung bahan berbahaya seperti formalin, boraks, dan rhodamin-B dalam pengawasan yang dilakukan selama bulan Ramadhan 2011.
"Kami melakukan sampling dan pengujian terhadap pangan jajanan berbuka puasa. Jumlah yang diambil sebanyak 670 sampel dan 84 persen diantaranya memenuhi syarat, sedangkan 16 persen tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan berbahaya yaitu formalin, boraks dan rhodamin-B," papar Kepala BPOM Kustantinah di Jakarta, Rabu.
BPOM belum memberikan sanksi terhadap produsen jajanan khas buka puasa dan baru akan memberikan pembinaan. "Kalau jajanan ini biasanya dibuat oleh ibu rumah tangga. Yang kami lakukan untuk 'home industry' ini adalah pembinaan. Kalau masih ada, produknya juga dimusnahkan," ujarnya.
Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, BPOM akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan dan juga pemberian sanksi administratif berupa pemusnahan produk serta tindakan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan ilegal.
BPOM melakukan intensifikasi pengawasan produk pangan yang beredar melalui operasi rutin. Pengawasan dilakukan di sarana distribusi seperti toko, supermarket, hypermarket, maupun penjual pangan jajanan buka puasa di pasar maupun di tepi jalan. Untuk pemeriksaan rutin selama Januari sampai Juli, BPOM telah memeriksa 2.429 sarana distribusi atau rata-rata 347 sarana per bulan.
Khusus menjelang Idul Fitri 2011, dilakukan peningkatan pemeriksaan pada 982 sarana distribusi dan ditemukan 1.416 item (73.293 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat, dengan rincian pangan dalam keadaan rusak sebanyak 1,5 persen dari jumlah kemasan, pangan kedaluarsa 21 persen, pangan tanpa ijin edar (TIE) 48 persen, dan pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label 29,5 persen. "Dari jumlah temuan itu, khusus parsel masih ditemukan produk pangan TIE dan TMK label sejumlah 28 item dari 127 kemasan," kata Kustantinah.
Dari sisi ekonomi, temuan produk pangan tidak memenuhi syarat tersebut senilai Rp1,83 miliar, dengan rincian pangan rusak senilai Rp 26,57 juta, pangan kedaluarsa Rp 381,67 juta, pangan TIE Rp 882,125 juta, TMK label Rp 538,775 juta, dan temuan pada parsel senilai Rp 3,175 juta.
"Kami melakukan sampling dan pengujian terhadap pangan jajanan berbuka puasa. Jumlah yang diambil sebanyak 670 sampel dan 84 persen diantaranya memenuhi syarat, sedangkan 16 persen tidak memenuhi syarat karena mengandung bahan berbahaya yaitu formalin, boraks dan rhodamin-B," papar Kepala BPOM Kustantinah di Jakarta, Rabu.
BPOM belum memberikan sanksi terhadap produsen jajanan khas buka puasa dan baru akan memberikan pembinaan. "Kalau jajanan ini biasanya dibuat oleh ibu rumah tangga. Yang kami lakukan untuk 'home industry' ini adalah pembinaan. Kalau masih ada, produknya juga dimusnahkan," ujarnya.
Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, BPOM akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan dan juga pemberian sanksi administratif berupa pemusnahan produk serta tindakan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan ilegal.
BPOM melakukan intensifikasi pengawasan produk pangan yang beredar melalui operasi rutin. Pengawasan dilakukan di sarana distribusi seperti toko, supermarket, hypermarket, maupun penjual pangan jajanan buka puasa di pasar maupun di tepi jalan. Untuk pemeriksaan rutin selama Januari sampai Juli, BPOM telah memeriksa 2.429 sarana distribusi atau rata-rata 347 sarana per bulan.
Khusus menjelang Idul Fitri 2011, dilakukan peningkatan pemeriksaan pada 982 sarana distribusi dan ditemukan 1.416 item (73.293 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat, dengan rincian pangan dalam keadaan rusak sebanyak 1,5 persen dari jumlah kemasan, pangan kedaluarsa 21 persen, pangan tanpa ijin edar (TIE) 48 persen, dan pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label 29,5 persen. "Dari jumlah temuan itu, khusus parsel masih ditemukan produk pangan TIE dan TMK label sejumlah 28 item dari 127 kemasan," kata Kustantinah.
Dari sisi ekonomi, temuan produk pangan tidak memenuhi syarat tersebut senilai Rp1,83 miliar, dengan rincian pangan rusak senilai Rp 26,57 juta, pangan kedaluarsa Rp 381,67 juta, pangan TIE Rp 882,125 juta, TMK label Rp 538,775 juta, dan temuan pada parsel senilai Rp 3,175 juta.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar